Masyarakat harus pahami tingginya harga minyak
Yogyakarta (ANTARA News) - Masyarakat harus memahami tingginya harga minyak mentah di pasar internasional yang dapat memicu membengkaknya subsidi pada tahun berikutnya, kata pakar energi dari Universitas Gadjah Mada Deendarlianto.
"Dengan tingginya harga minyak internasional, masyarakat juga perlu tahu bahwa kemampuan pemerintah untuk membeli juga terbatas," kata Deendarlianto di Yogyakarta, Jumat.
Ia mengatakan harga minyak dunia saat ini telah mencapai 100 dollar per barel, itu artinya satu liter seharusnya dibayar Rp8.400.
"Itu masih minyak bumi mentah, kalau sudah diolah, tentunya memerlukan tambahan paling tidak Rp2.000 per liter," kata dia.
Dengan tingginya harga minyak internasional saat ini maka kemampuan pemerintah untuk membeli juga terbatas.
"Artinya, dengan subsidi Rp400 triliun yang dikeluarkan pemerintah, maka untuk memenuhi kuota BBM di 33 provinsi juga terbatas," katanya.
Selain mengurangi subsidi, kata dia, pemerintah juga perlu mendorong pengoptimalan energi baru terbarukan sebagai energi alternatif.
"Misalnya energi baru terbarukan (EBT) yang dilandasi pemanfaatan tenaga surya, serta konvensi BBM ke bahan bakar gas (BBG)," kata dia.
Menurut dia, momentum keterbatasan BBM saat ini justru sebaiknya dapat menjadi kesempatan mengurangi subsidi BBM bagi masyarakat.
"Ini adalah momentum untuk mengurangi subsidi BBM, dan masyarakat pun dapat diarahkan menggunakan transportasi publik, dengan meningkatkan pelayanannya," katanya.
(KR-LQH/M008)
"Dengan tingginya harga minyak internasional, masyarakat juga perlu tahu bahwa kemampuan pemerintah untuk membeli juga terbatas," kata Deendarlianto di Yogyakarta, Jumat.
Ia mengatakan harga minyak dunia saat ini telah mencapai 100 dollar per barel, itu artinya satu liter seharusnya dibayar Rp8.400.
"Itu masih minyak bumi mentah, kalau sudah diolah, tentunya memerlukan tambahan paling tidak Rp2.000 per liter," kata dia.
Dengan tingginya harga minyak internasional saat ini maka kemampuan pemerintah untuk membeli juga terbatas.
"Artinya, dengan subsidi Rp400 triliun yang dikeluarkan pemerintah, maka untuk memenuhi kuota BBM di 33 provinsi juga terbatas," katanya.
Selain mengurangi subsidi, kata dia, pemerintah juga perlu mendorong pengoptimalan energi baru terbarukan sebagai energi alternatif.
"Misalnya energi baru terbarukan (EBT) yang dilandasi pemanfaatan tenaga surya, serta konvensi BBM ke bahan bakar gas (BBG)," kata dia.
Menurut dia, momentum keterbatasan BBM saat ini justru sebaiknya dapat menjadi kesempatan mengurangi subsidi BBM bagi masyarakat.
"Ini adalah momentum untuk mengurangi subsidi BBM, dan masyarakat pun dapat diarahkan menggunakan transportasi publik, dengan meningkatkan pelayanannya," katanya.
(KR-LQH/M008)
Editor: Ruslan Burhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar